Renungan Jumat Pagi
Gara-Gara Ojek Online
Pagi itu aku tergesa-gesa mengejar jemputan, tetapi terlambat bisnya sudah terlewat jauh. Akhirnya aku memutuskan untuk memesan ojek online saja.
Beberapa menit kemudian datanglah ojol yang aku pesan.
“Maaf mbak agak telat,” ucapnya sopan. Sambil menyerahkan helm padaku.
“Tidak apa-apa, Pak, masih pagi kok, saya ketinggalan jemputan tadi.”
“Loh berarti saya harus ngebut ini, Mbak?”
“Nggak usah, Pak, perjalanan motor cuma dua puluh menitan kok, masuk jam tujuh sekarang baru jam enam, hati-hati saja, Pak.”
“Iya, Mbak, maaf ya tadi saya agak lama, lagi tanggung jemur, kasihan istri saya udah nyuci banyak jadi saya bantu dulu.”
“Masyaallah.” Aku merespon pembicaraan bapak ojol setelah kami dalam perjalanan.
“Mbaknya kerja di PT sudah lama?”
“Kebetulan sudah, Pak,” jawabku sopan.
“Saya juga dulu kerja di PT sebelum di PHK.”
“Ohya, berarti sekarang bapak jadi ojol karena di PHK?”
“Kurang lebih seperti itu, awalnya berat karena biasa gajian, sekarang saya harus mencari setiap hari, tetapi lama kelamaan saya merasa nyaman, walaupun saya harus berlelah-lelah di jalan agar anak dan istri saya tetap makan, banyak sekali hikmahnya.”
“Hikmah? Hikmah seperti apa yang bapak maksud, kan tadinya enak kerja di dalam gedung, setiap bulan gajian, sekarang kerja di jalan, nggak ada yang kasih gaji?” tanyaku mulai tertarik.
“Waktu kerja di PT saya bersyukurnya hanya sebulan sekali, Mbak, saat gaji saya turun saja, tetapi sekarang saya bersyukur bisa setiap hari bahkan setiap kali ada orderan masuk saya selalu tidak sadar mengucap Alhamdulillah.”
“Masyaallah.”
Maknyus sekali kata-kata bapak itu. Memang benar, di PT bersyukurnya hanya saat gaji turun. Tiga hari kemudian sudah mengeluh lagi gaji habis.
“Waktu kerja PT saya selalu berangkat meninggalkan anak dan istri dengan sombong, tanpa berdoa dan minta didoakan. Sekarang saya bisa membantu pekerjaan istri pagi hari sebelum berkeliling serta berdoa setiap hari.”
“Berdoa apa, Pak?”
“Ya setiap hari berdoa semoga orderan banyak, semoga lancar dan saya juga minta didoakan istri dan anak-anak. Itu berlangsung setiap hari, selalu butuh Allah beda saat masih punya gaji, seperti tidak butuh Allah, karena gaji itu sudah pasti.”
“Masyaallah.”
Lagi-lagi aku tersindir, benar sekali, kami seperti lupa berdoa dan bersyukur. Banyak yang memandang remeh orang yang tidak punya gaji, ternyata mereka lebih hebat. Lebih banyak syukurnya, lebih banyak sabarnya, lebih banyak doanya.
Setelah sampai, aku menyodorkan selembar uang merah.
“Aduh Mbak maaf saya tidak ada kembalian, baru dapat orderan dari Mbak saja.”
“Tidak usah kembali, Pak, obrolan kita tadi lebih mahal dari selembar uang ini.”
“Masyaallah ini terlalu banyak, jangan dikasih bintang satu ya, Mbak?”
“Saya kasih sepuluh bintang kalau ada, terima kasih banyak ya, Pak, salam buat anak sama istri bapak.”
“Terima kasih banyak ya, Mbak.” Beliau berkali-kali mengucapkan sambil kepalanya menunduk.
Aku pun melangkah masuk ke dalam pabrik, di ruangan loker aku merenung. Allah selalu memberi hikmah dalam setiap kejadian, selalu dan selalu.
Salah satunya cerita bapak tadi, meskipun dia harus kehilangan gajinya karena kehilangan pekerjaan, tetapi hikmahnya lebih banyak dari sekedar materi, menjadi orang yang pandai bersyukur.
Dulu beliau tidak menghargai uang karena gajinya besar, sekarang uang seberapa pun baginya sangat berharga untuk anak dan istrinya.
Pun demikian dengan kejadian ketinggalan jemputan, aku harus mengeluarkan uang untuk ojek, tetapi ternyata aku dapat hikmah lebih besar, dapat ilmu yang belum tentu orang lain dapat.
Aku mulai sadar, mengeluh, menyesali hari kemarin itu tidak perlu karena setiap kejadian selalu ada hikmah dibaliknya.
Terima kasih ya Allah, Engkau menyadarkan aku arti bersyukur melalui pak ojol tadi. Engkau menyadarkan aku bahwa setiap kejadian tak luput dari rencana-Mu.