Malam Minggu seperti biasa… seperti sebuah lirik lagu “sunyi sepi sendiri….”, lagu “Surat Undangan” yang dinyanyikan ulang oleh penyanyi Yuni Sara, yang cocok untuk para penyendiri, namun hal ini sudah menjadi kebiasaan dan kondisi yang normal bagi aku. Lama kelamaan jadi biasa, dinormalisasi. Aku memang tipikal laki-laki yang lebih suka menyendiri, kadang-kadang muncul juga perasaan sedih karena kesepian dan biasanya muncul rasa itu saat malam hari.
“Besok Abang olahraga dimana?” pertanyaan ini muncul disaat aku sedang melamun di malam minggu itu, Fina yang pernah menjadi obsesi buatku beberapa tahun yang lalu, obsesi menjadikan Fina sebagai kekasihku, namun tak tersampaikan, tiba-tiba mengirimkan pesan Whatsapp. Pesan ini memunculkan rasa bahagia, adrenalin baik menghampiriku
“Yaa seperti biasa, di alun-alun Bogor atau di Taman Ecopark Tebet. “ kubalas chat itu.
Setelah sekian lama putus komunikasi, beberapa waktu terakhir ini, aku memang mencoba memberanikan diri untuk kembali menjalin komunikasi dengan Fina, yang saat ini hidup sendiri, dan sudah berjalan sekitar 5 tahun Fina bercerai. Meski dia memiliki 3 orang anak, namun tidak satupun dari ketiga anak-anaknya yang tinggal bersama dia, menyedihkan.
Nanti aku akan bercerita lebih detail tentang itu.
“Abang belum pernah olahraga pagi di South City?” tanya Fina melanjutkan chat-nya.
“Belum tuuh… karena agak jauh dari rumah abang.” jawabku sambil berpikir kira-kira tujuannya apa menanyakan tentang ini.
“Tapi… sesekali boleh juga abang coba, memangnya kenapa Fin?” lanjut ku dengan sedikit rasa penasaran.
“Rumah Fina kan dekat dari situ Bang… kita olahraga bareng yuk…besok Fina menyusul naik sepeda.”,
“Udah itu … habis olahraga Abang boleh mampir ke rumah Fina.” lanjutnya.
“Tawaran yang menarik ini…” ujarku dalam hati.
“Beneran Fina?? Memangnya abang boleh main ke rumah Fina?” Aku mencoba memastikan, karena ada rasa kurang percaya.
“Tentunya lah Bang… masa gak boleh.”
Agak mengagetkan juga bagiku menerima tawaran itu, bagaimana tidak, karena selama ini Fina tidak pernah mengajak aku untuk datang ke rumahnya, malah terlihat seperti melarang aku, dan bagiku itu bukan masalah, karena alasannya memang tepat.
Sejak sebelum ibu nya meninggal dunia, aku tidak berkomunikasi dengan Fina, baik secara langsung ataupun melalui Whatsapp, aku juga tidak tahu sejak kapan awal Fina bercerai dengan mantan suaminya. Baru-baru ini saja aku mendapatkan kabar tentang perceraiannya itu, informasi dari temanku yang lain, yang menyampaikan bahwa Fina udah 5 tahun bercerai dengan suaminya..
“Fina memangnya dirumah sama siapa?” Aku bertanya untuk memastikan.
“Sekarang aku sendirian bang, sejak ibu meninggal, aku memang tidak mau untuk ditemani oleh siapapun, lebih enak sendirian kan Bang?” Fina malah memberikan pertanyaan yang menurutku seperti sebuah pernyataan.
Tiba-tiba ponsel ku berdering, mengeluarkan melodi “Haunting Me” lagu favoritku, yang diciptakan oleh komposer Jazz Dave Grusin yang kujadikan sebagai nada dering ponsel ku. Terlihat di layar, nama Fina yang muncul.
Dalam hatiku muncul keraguan “Diangkat atau tidak yaa???”.
Setelah 3 kali dering yang berulang, akhirnya aku terima panggilan itu.
“Assalamu’alaikum Abang…” Merdu terdengar ditelingaku suara Fina. Suara yang pernah menghampiri kehidupanku dan sudah menjadi kenangan yang sangat manis, sayangnya cuma sementara. Cinta tak sampai alias cinta bertepuk sebelah tangan.
“Wa’alaikumsalam Fina…” Jawabku.
“Gimana abang… jadi gak besok pagi olahraga di South City, sekalian kita ketemuan, kan udah lama kita gak ketemu, hampir 5 tahun yaa.”
“Iyaa… “ sahutku,
“Maaf abang gak hadir saat pemakaman almarhumah Ibu, malah saat abang Takziah, kita pun ga sempat ketemu yaa.” aku melanjutkan dengan sedikit perasaan gelisah..
“Iyaa gak apa-apa Bang… tapi abang kangen gak sama Fina?” Pertanyaan ini mengejutkan aku, kira-kira ini artinya apa ya??
“Pasti dong Fina… apalagi sekarang Fina kelihatannya makin cakep.” awal aku menggodanya.
“Ah… abang bisa aja… Fina udah tua lho, hampir jadi nenek-nenek, mana ada nenek-nenek cakep, abang pasti bohong lah.” balasnya dengan suara nya yang manja.
Hatiku bergetar, jantung berdegup kencang, seperti ada getar-getar yang memunculkan hasrat dan berhasil membuat hati bahagia.
Cintaku yang dulu tak berbalas, cuma bentuk dari cinta bertepuk sebelah tangan, kini membangkitkan gairah cinta yang kembali membara, aku sangat mencintai dia dan itu tidak pernah berubah. Kalau dulu itu hanya seperti cinta monyet.
Kini kami sudah sama-sama dewasa, dan sama-sama sendiri pula.
Cinta ini hampir abadi mengendapkan getar-getar rasa di dalam perasaan ini.
“Fina… abang selalu jujur sama Fina, tapi sayangnya Fina selalu saja tidak percaya, iya kan?” Tanyaku.
“Iyaa Fina tau semua perasaan abang, hanya waktu itu Fina belum bisa menerima itu semua.” suaranya menyiratkan penyesalan.
“Mudah-mudahan sekarang telah berubah yaa?” Lagi-lagi semua ungkapan ini adalah bentuk perasaan cintaku kepadanya.
“Hmmm… Fina gak tau bang.”
“Fina merasa sangat bersalah sama Abang.” sesalnya.
Aku jadi ikut terharu mendengar pernyataan tulusnya.
“Fina menolak abang, yang membuat Fina memilih pria lain, dan akibatnya yang Fina dapatkan hanya kebahagiaan diawal pernikahan saja, selanjutnya watak asli suami makin terlihat, hampir saja Fina terbujuk dengan rayuannya yang mengajak Fina untuk pindah ke keyakinan agama dia, bersyukur Fina segera sadar dan takut akan dosa karena zina, karena ternyata dia udah kembali ke agama semula.” Fina melanjutkan.
“Bukankah perkawinan lain agama didalam Islam dilarang ya bang? Dan bisa dianggap zina.” Ujar Fina.
Aku masih diam, namun aku merasakan suatu kepedihan yang mendalam dari cerita nya.
Karena aku masih diam, dia melanjutkan.
“Dulu dia mau menjadi muslim, menjadi mualaf dan Fina banyak mengajari dia tentang syariah-syariah Islam tapi sepertinya dia hanya main-main.”.
“Sampai akhirnya dia kembali murtad memeluk agamanya semula.”
“Anak-anak pun sudah tergoda sama rayuannya dan mereka secara diam-diam udah keyakinan dia.”
“Ternyata dia hanya berpura-pura mencintai Fina dan pura-pura menjadi mualaf.”
“Masa sampai segitunya Fina, kenapa dia sampai mengkhianati Fina ya? Bukannya kalian itu saling cinta?” aku menanggapi.
“Iya bang, Fina juga dulu cinta banget sama dia tapi ya begitu kok dia tega-teganya mengkhianati Fina..”.
“Fina minta cerai dari dia setelah tahu kelakuannya itu tapi dia nggak mau menceraikan Fina karena katanya di dalam agamanya tidak ada itu yang namanya cerai.” Fina melanjutkan.
“Kasihan banget sih kok bisa ya Fina, ada laki-laki yang begitu tega nyakitin hati Fina, sementara di sisi lain ada laki-laki yang begitu mencintai Fina.” sedih rasanya aku menyampaikan kalimat ini
“Iya bang Fina tahu semua itu dan Fina merasa menyesal banget udah meninggalkan abang.” agak tersedu suaranya.
Aku cuma bisa terdiam dan kami sama-sama terdiam sampai akhirnya aku berkata “semua itu sudah lewat nggak perlu lagi disesalkan yang penting kedepannya Fina harus baik-baik saja meskipun hidup sendiri.” nasihatku.
“Jadi Abang mau kan menemani Fina, menemani hari-hari Fina selanjutnya, toh Abang juga masih sendiri kan tidak ada yang tersakiti nantinya, Fina pun sekarang sudah resmi sendiri bahkan benar-benar sendiri tanpa ada anak-anak yang menemani di rumah yang sebesar ini Fina menikmati kesepian.” jelasnya.
“Kita sama kok Fina… abang pun selalu di dalam kesendirian nggak ada teman, mungkin nanti walaupun Abang mati tidak ada yang tahu, setelah tercium bau bangkai, baru deh orang-orang pada tahu.” agak bergidik aku menyampaikannya. Aku memang selalu dalam kesendirian. Aku sangat berharap ketika aku mencapai akhir hidup, tidak perlu menyusahkan siapapun.
“Abang nggak boleh dong berkata begitu, tidak baik bang, Allah itu Maha penyayang, Maha tahu.. Maha sempurna.. Dia tidak akan membiarkan umat Nya itu menderita di akhir hayatnya, jika abang tetap percaya kepada Nya, tetap beriman kepada Nya ya bang, Dia akan terus menjaga abang..” bujuknya.
“Fina akan terus berdoa buat abang semoga abang selalu sehat panjang umur dan tetap bahagia meskipun hidup dalam kesendirian, tapi nantinya kan ada Fina yang akan setia menemani abang.” rayu nya.
Perasaanku mulai tergugah, hatiku berbunga-bunga rasanya, jiwa ini melambung tinggi di awan. Seperti kata orang cinta lama bersemi kembali.
Namun aku ragu apakah ini benar-benar akan terjadi, nantinya aku tidak akan hidup sendiri lagi tidak khawatir lagi dengan akhir hidupku.
Aku merasa bahagia, karena berharap rasa cinta ini akan menghasilkan sebuah perpaduan dua kehidupan yang tadinya menyendiri. Kehidupan yang baru, yang terbentuk dari sebuah cinta yang tulus .
Namun rupanya ada nafsu yang begitu menggebu-gebu, dikarenakan kesendirianku yang berakibat dari sebuah perceraian, aku sebagai lelaki yang sudah sewajarnya tidak bisa untuk hidup tanpa pendamping. Aku masih memiliki nafsu… memiliki libido, yang mungkin nanti bisa mengotori kesucian cintaku kepada Fina, karena muncul bayangan-bayangan kotor di benakku, ini jelas godaan setan yang memenuhi gairahku.
Aku merasa ini kondisi yang normal-normal saja, realita nya laki-laki mana yang bisa menahan nafsunya ketika dia sebelumnya pernah merasakan hubungan biologis dengan pasangannya.
Apakah aku salah??
Aah… jadinya rasa cinta ini koq jadi ternodai oleh nafsu. Astaghfirullah… ampuni hamba Mu yaa Allah…
Aku bertekad untuk tidak mengotori hatiku ini, aku harus kuat menahan diri, menahan godaan-godaan ini jangan sampai aku tergelincir di dalam jurang kemaksiatan.
Perasaan cintaku ini harus murni, harus tulus tanpa ada di embel-embelin oleh nafsu-nafsu setan.
“Oke Fina besok Abang olahraga di South City kita bisa ketemu di sana, terus nantinya kalau memang Fina mengijinkan, Abang akan mampir untuk main ke rumahmu” jawabku selanjutnya.
“Asyiiik…” Fina sampai berteriak kesenangan.
Aku cuma bisa tersenyum, bahagia sekali membayangkan bahwa besok aku akan ketemu dengan Fina dalam suasana hati yang penuh cinta.
“Oke abang sampai ketemu besok ya, ini sudah waktunya sholat isya, kita sholat dulu ya… besok abang yang menjadi imam Fina…hehehe…, kita shalat berjamaah di rumah ya bang” lanjutnya.
“Okey Fina…wassalamu'alaikum .” padahal aku ingin mengucapkan kata-kata “Okey Fina sayang.” tapi ada rasa kurang nyaman, karena aku tidak yakin dengan perasaan Fina terhadapku.
“Wa’alaikumsalam…” Fina menutup percakapan telepon kami.
Minggu pagi… selesai sholat subuh, aku pun bersiap-siap untuk berangkat menuju South City.
Namun ada sedikit keraguan di hati, apakah Fina benar-benar mau berjumpa denganku?
Aku juga ragu, apakah aku dapat menahan gelora batin ku ketika menghadapi Fina? Aku begitu mencintai nya, begitu merindukannya, apalagi sekarang kami sudah sama-sama dewasa, kemungkinan bisa lebih memaknai pertemuan kami nantinya.
Aku begitu bersemangat pagi ini, getar-getar rasa cinta ini semakin menggebu-gebu. Ok… aku on the way menuju South City, ingin buru-buru berjumpa dengan ex pujaan hati yang sekarang bersemi kembali
Sesampainya di South City, aku menghubungi Fina melalui Whatsapp, “Assalamu’alaikum Fina… abang udah sampe di South City nih… rame banget ya orang-orang yang beroleh....ada banyak kuliner juga.” begitu teks Whatsapp ku membuka chat.
Agak lama jawaban dari Fina, “Oke bang.. ditunggu aja.. nih Fina sedang siap-siap meluncur”.
“Oke… abang tunggu di bundaran yaa”, rasanya ingin mengucapkan kata-kata sayang kepadanya, tapi koq terasa aneh yaa? Khawatir Fina tidak menyukai.
Aku lanjut olahraga seperti biasa yaitu jalan kaki dan sedikit jogging, mengelilingi suasana ramai di South City yang ternyata selain ramai oleh orang-orang berolahraga juga ramai oleh pedagang berbagai macam kuliner.
Suasana yang ramai, berbagai jajanan dari yang ringan sampai makanan berat tersedia disana, bahkan tidak hanya makanan tapi ada juga yang jualan mobil. Dari makanan tradisional sampai ke makanan-makanan internasional, tersedia banyak ragamnya.
Setengah jam kemudian, dari kejauhan aku melihat kedatangan Fina dengan sepedanya memakai baju olahraga berwarna merah, siapapun yang melihatnya tidak akan ragu tentang kecantikan Fina, termasuk aku yang terkagum-kagum.
Aku terdiam sejenak ketika kulihat Fina memandang berkeliling mencari-cari sosok diriku, rupanya Fina belum melihat keberadaan ku, lalu aku lihat dia menelpon, dan sesaat itu juga “Haunting Me” dari Dave Grusin kembali mengalun sebagai tanda ada panggilan masuk di ponsel ku.
“Assalamu’alaikum Bang… abang dimana, Fina ini udah di bundaran lho sesuai dengan tempat kita janji ketemuan.” merdu sekali suara yang telah membuatku jatuh cinta.
“Wa’alaikumsalam Fina… ini abang di dekat Fina koq… sengaja abang sedang menikmati pemandangan yang paling indah di depan abang… hehehe.” aku menjawab sambil tersenyum sendiri.
“Ih abang… kenapa gak langsung panggil atau mendatangi Fina.” dia merajuk sembari tersenyum.
Aku langsung menuju tempat dia berdiri di samping sepedanya, lalu mengulurkan tangan untuk bersalaman.
“Ingin banget aku memeluk nya…” bisikku dalam hati, “tapi kan banyak orang..gak etis lah” lanjut bisikan ku.
“Duuh Fina… semakin cantik dan sexy aja deh.” puji ku.
“Ah .. biasa aja lah bang, udah tua juga.” balasnya.
“Fina awet muda banget… sama sekali gak ada perubahan dari dulu, dari pertama abang kenal Fina.” aku memuji lagi. Fina tersipu malu yang membuat wajahnya merah merona, menambah pesona kecantikannya.
“Ya udah … yukk bang kita jalan keliling yaa… abang naik sepeda aja biar aku yang jalan.” ajaknya.
“Waah.. .enggak dong… Fina aja yang naik sepeda, biar abang yang jalan, kan niat abang kesini untuk olahraga berjalan kaki, kalau gak cape jogging sedikit.”
“Ooh jadi niat abang cuma buat olahraga?? Bukan mau ketemu Fina.. Emangnya ga kangen sama Fina yaa??” rajuk nya.
“Ihh gitu aja ngambek… ga berubah nih Fina yang masih gampang ngambek.” ejek ku.
Fina menjulurkan lidahnya, mengejek aku, dan itu membuat hatiku makin deg-deg an, rasanya melayang diri ini, entah ke angkasa mana, bahagia sekali rasanya melihat wajah Fina.
Aku mulai merasakan godaan-godaan iblis yang memenuhi benakku, apakah ini sesuatu yang wajar dikarenakan kondisi kesendirian ku yang sudah cukup lama? Yang baik dan yang buruk mulai berperang di dalam batin ku, ini cukup mengganggu, akan sulit bagiku nantinya untuk menahan nafsu birahi ini.
Rasa cinta yang tulus mulai tergeser oleh birahi yang menggebu, normalkah ini? Atau hanya aku saja yang mengalaminya ? Cuma aku yang beranggapan bahwa cinta itu memiliki nafsu birahi yang lebih tinggi persentasenya, atau orang lain juga seperti itu?
Ya Allah.. ampuni hamba Mu ini yang tidak kuat melawan hawa nafsu ini, yang mudah sekali tergoda oleh ajakan iblis untuk berbuat kemaksiatan. Yaa… otakku yang sudah dipenuhi oleh birahi yang membuatku seperti ini, aku yakin dengan pendapat yang mengatakan bahwa yang ada di otak laki-laki itu lebih banyak dipenuhi dengan bayangan birahi.
“Astaghfirullah al adzim..” lirih aku memohon ampun.
“Lindungi aku Ya Allah… beri aku kekuatan iman, jangan Kau biarkan aku tergelincir ke jurang kemaksiatan .” Lanjutku berdoa pelan sambil berjalan bersama Fina.
Tiba-tiba Fina menggandeng tangan ku dengan melipatkan siku tangannya di tanganku. Aku kembali bergetar, membuatku berucap doa lagi.
Kami berjalan bergandengan tangan layaknya pasangan yang romantis, lebih dari sekedar teman, aku tak biasa melakukan ini, spirit laki-laki ku berontak menggebu-gebu berharap lebih dari sekedar bergandengan tangan. Lagi-lagi pikiran-pikiran kotor menghampiri benakku, apalagi yang ada didekatku adalah seorang wanita cantik, menarik dan aku pernah sangat mencintainya.
“Fina masih manja aja ya.” sapa ku.
“Ih.. emang ga boleh yaa bang…. takut yaa kalo dilihat oleh pacar abang.” dengan wajah cemberut Fina protes.
“Nggak… abang kan gak punya pacar, sejak cerai dengan istri abang, males untuk mencinta lagi” jawabku sekenanya.
“Alasan abang lainnya… gimana nanti kalau abang sampai minta yang lebih dari sekedar bergandengan tangan.” aku menggoda sambil tertawa kecil.
“Weeeek… ga boleh lah bang, kan kita bukan suami istri, dosa lho bang, 40 tahun ibadah kita gak diterima Allah.” sanggahnya sambil lagi-lagi menjulurkan lidahnya.
Juluran lidah itu bukannya membuatku sadar bahwa dia menolak untuk berbuat lebih dengan ku, tapi malah semakin membuat nafsuku makin menggelora. Apakah tidak ada cara lain dia berprotes? Aku bertanya-tanya. Dia protes tapi nafsuku malah makin bergelora
“Ini tidak boleh diteruskan.” batinku berkata.
“Bukankah kamu memang butuh??” Iblis menggodaku.
“Yaa aku masih punya keinginan.” batinku menjawab.
“Hal yang wajar bagi laki-laki punya nafsu seperti itu.” balas batin jahatku lagi.
Sementara itu, ditengah kegalauan ku sebagai laki-laki yang berdampingan dengan perempuan cantik yang notabene adalah orang yang pernah kuinginkan menjadi kekasih. Kami terus berjalan.
Kemesraan semakin terjalin, sesekali Fina menyandarkan kepalanya di bahu ku, dan aku membalasnya dengan memeluk bahunya. Aku menjadi semakin berani.
“Laper nih Fin… kita cari sarapan dulu yuk.” aku mengajaknya dengan tujuan untuk menghentikan pikiran-pikiran kotor ini.
“Boleh bang… kita cari ketupat sayur Padang aja, abang suka kan.” jawabnya.
“Oya boleh lah, itu juga kan kesukaan abang. Biasanya abang kalau pas olahraga di Taman Tebet, ada tempat sarapan ketupat sayur Padang yang otentik dan enak banget.” ujarku.
Kami pun melanjutkan jalan sambil melihat-lihat para pedagang yang sedang menawarkan dagangan mereka. Dan kami sudah menemukan yang menjual ketupat sayur Padang, aku langsung memesan 2 porsi.
“Enak yaa bang?” tanya Fina sembari menikmati sarapan itu.
“Iyaa… rasanya otentik banget nih, rasa bumbunya begitu kuat, pedasnya mantab.” jawabku.
“Abang suka ikut pengajian apa yaa?” tanya Fina disela-sela sarapan.
“Abang suka kajian-kajian yang banyak membahas tentang Al Qur’an dan hadits-hadits shahih, yang menelusuri keshahihan sebuah hadits, jadi yang dikaji bukan hadits dhaif apalagi palsu, setiap hadits yang dibahas, langsung ditelusuri riwayatnya dan siapa perawinya.” aku menjelaskan.
“Iya ya bang, karena akhir-akhir ini banyak umat Islam yang tidak bisa membedakan mana yang shahih dan mana yang dhaif bahkan palsu, semua dianggap ibadah yang benar.” balas Fina.
“Itu semua harus disampaikan Fin, supaya kita tidak terjerumus kepada ibadah-ibadah yang tidak ada tuntunannya.” lanjutku.
“Karena menurut yang abang pelajari bahwa Islam itu sebenarnya sangat mudah dan sederhana, kita boleh melakukan hal duniawi asal tidak dilarang syariah, dan kalau soal ibadah kita harus tahu tuntunan nya, jangan asal mengikuti apa yang banyak dilakukan oleh orang lain, tapi bukan berarti menganggap mereka-mereka itu telah melakukan hal ibadah yang terkait dengan Bid’ah, abang gak menentang cara mereka, biarkanlah mereka seperti itu, mungkin karena mereka belum tahu tuntunan yang benar. Abang gak mau berdebat tentang itu, Bukankah Rasul kita menganjurkan kita untuk menghindari perdebatan?” jawabku dengan agak detail.
Diskusi kami menjadi sangat seru, aku bersyukur karenanya, dengan adanya diskusi tentang syariah Islam ini membuat aku mulai melupakan problematika nafsu ini. Aku merasa bersyukur, ini adalah bentuk perlindungan dari Allah, yang telah membantuku keluar dari lingkaran pikiran kotor ini.
Dengan kami berdiskusi tentang Islam ini, telah berhasil meredam nafsu birahi ku yang terus mendorongku untuk terjun ke jurang maksiat.
“Siapa ustad yang menjadi favorit abang?” Fina melanjutkan.
“Oh bukan ustad yang terkenal kok, hanya seorang Ustad sederhana namun beliau hafal Al Qur’an 30 Juz serta hafal banyak hadits-hadits shahih, jadi disetiap kajiannya, jika ada yang bertanya beliau itu langsung tahu, konteks pertanyaan itu ada di Al Qur’an Surah apa, ayat berapa dan Hadits nya dari riwayat siapa, no berapa, halaman berapa, semua jelas disampaikan.” jawabku.
“Abang hanya berusaha untuk mengikuti ajaran dan petunjuk Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam secara murni, dengan mengikuti faham kaum Salafi, tapi biarpun demikian, abang juga manusia biasa yang penuh dengan dosa serta kemaksiatan, kan Iblis itu udah diberi keleluasaan untuk menggoda semua insan manusia hingga ke akhir zaman? Iya kan Fin?” aku membuat pernyataan sekaligus pertanyaan.
Fina hanya mengangguk pelan.
Diskusi kami semakin seru, tidak hanya masalah-masalah syariat Islam namun termasuk juga tentang kehidupan, Fina bercerita tentang rumah tangganya yang gagal, begitu juga denganku. Kami merasa senasib, sama-sama mengalami kegagalan yang menyakitkan, jika aku yang telah dikhianati, ditinggalkan demi pria lain yang dianggap memiliki kelebihan dariku, Fina juga dikhianati dari sisi keyakinan.
“Yuk bang… udah mulai siang nih, nanti Fina ada janji dengan teman di Bogor.” Fina menutup pembicaraan.
Kami beranjak dari warung penjual ketupat sayur Padang yang benar-benar enak dan otentik itu.
“Nanti Fina tunggu di persimpangan di depan lapangan udara Pondok Cabe itu yaa bang, kan abang harus berputar, gak bisa lewat jalur pejalan kaki, masih Car Free.” jelasnya.
“Ok Fina… kita ketemu disana nanti.” sambutku.
Aku menuju tempat parkir dan Fina langsung menggowes sepedanya, sambil aku memandangnya saat dia bersepeda itu, dan itu lagi-lagi membuatku bergetar, berdebar, aah… rasa cinta ini begitu membara, namun sepertinya aku telah mengotori cinta ku dengan pikiran-pikiran penuh nafsu.
Namun aku pasrah saja lah, yang paling penting aku terus berdoa dan melafalkan kalimat-kalimat bertobat, semoga aku terus mendapat perlindungan Nya.
Aku menemui Fina ditempat yang sudah disepakati, dan melanjutkan perjalanan menuju rumahnya, aku menaikkan sepedanya ke mobil ku, dan Fina duduk dikursi depan.
Ingin rasanya aku menggenggam tangannya, tapi hati ini berkata lain, biar bagaimanapun aku harus bisa menjaga kesucian cintaku dan menjaga kehalalan pertemuan ini, meskipun tadi sempat juga ternoda ketika aku memeluk bahunya pada saat jalan bersama tadi.
Seperti sebuah kemunafikan yang aku jalani ini, mungkin semua ini hanya kepura-pura an dari diriku saja ya?
Aku merasa lebih pantas dibilang sebagai orang munafik, yang berpura-pura suci dan mengetahui banyak ilmu agama, padahal aku sendiri tidak bisa membendung nafsu yang berkobar. Kenyataan yang ternormalisasi, bahwa semakin tinggi ilmu pengetahuan agama seseorang maka godaan pun semakin berat. Aku hanya berusaha menghindari.
Kemunafikan adalah sifat manusia, CMIIW*… banyak sekali orang-orang munafik, dan mereka tidak mengakuinya, merasa orang yang paling alim, paling baik, tanpa dosa, andaikan punya dosa, yaa dosa-dosa kecil lah (itu menurut banyak manusia).
Aku tidak menampik bagaimana munafik nya aku, aku mengakui semua nya, hanya aku menggantinya dengan selalu berusaha untuk berbuat kebajikan. Namun kebajikan itu tidak perlu kupamerkan apalagi membuat aku menjadi sombong.
“Naah itu rumah Fina bang.” Fina membuyarkan lamunan ku.
“Waah besar dan bagus rumah Fina yaa.”
“Apa gak takut tinggal sendirian?” sambung ku dengan pertanyaan iseng.
“Makanya abang temanin lah Fina.” bikin kaget nih Fina.
Aku cuma bisa membisu. Serius atau cuma bercanda ajakan itu, menemani Fina hanya untuk sementara atau sepanjang hayat ini?
Fina turun dari mobil, kemudian membuka pagar Car Port-nya, aku memarkir mobil disitu.
“Ayo masuk bang… jangan segan-segan.” ajak Fina
“Luas banget rumah Fina ini.” kataku.
“Iyaa bang, ini 2 lantai, abang boleh naik ke lantai atas.” jelas Fina.
Aku mengikutinya masuk ke dalam rumah dan langsung ke ruang TV, aku duduk di sofa panjang, Fina ikut duduk disampingku, sangat rapat tubuhnya ke tubuhku. Aku sampai merasa kurang nyaman namun juga jadi memunculkan getar-getar asmara membara.
“Abang mau lihat bekas operasi di kepalaku?” tiba-tiba dia bertanya dan langsung membuka hijabnya. Fina memang di tahun lalu menjalani operasi otak, dimana sebagian kecil dari tempurung kepalanya dibedah dan dilepas dari kepalanya. Dia didiagnosa mengalami sakit penyumbatan di saluran darah menuju otak.
Aduuuuh…. aku tersentak, kaget namun senang, karena bisa dekat dengan bagian tubuhnya itu.
Fina mendekatkan kepalanya ke wajahku, sambil menyibakkan rambutnya, menunjukkan bekas jahitan di kepalanya, sangat dekat dengan wajahku, jantungku deg-degan sudah tentu, dengan kencangnya, didalam pikiranku ingin mencium keningnya, tapi aku langsung tersadar dan istighfar.
“Ini tidak boleh dilanjutkan, aku harus kuat.” batinku mengingatkan.
Meskipun hati ini punya keinginan kuat untuk memenuhi nafsu birahiku, namun aku harus bisa menahannya.
“Ayolah cium aja, dia gak akan marah, malah dia juga berharap untuk itu lho.” Kata setan yang berusaha menggodaku.
Ah…. godaan ini makin kuat.
Aku benar-benar tidak kuat menahan, sudah hampir terjatuh ke jurang maksiat, godaan iblis yang begitu indah dan bisa memenuhi hasratku yang sudah bertahun-tahun tidak terpenuhi ini.
“Tidak… aku tidak akan merusak rasa cinta ini dengan perbuatan kotor.” Balas hati ku.
Akhirnya, pelan aku mendorong kepalanya setelah aku melihat-lihat bagian kepala bekas jahitan itu.
Hasratku menuntut dan mendorong nafsuku.
Kemudian dia bangkit dari kursi, lalu menuju dapur sambil menawarkan minuman untukku.
“Abang mau minum apa?” tanyanya.
“Air putih aja Fin, udah menjadi kebiasaan abang untuk banyak minum air putih, karena ginjal abang agak bermasalah, kadar kreatininnya terus meningkat, khawatir banget kalau sampai gagal ginjal.”
Fina mengambil gelas lalu mengambil air putih dari dispenser yang berada disebelah meja TV, saat itu aku lagi serius menonton video Youtube konser Live Show Linkin Park, namun mataku langsung berubah arah ke tubuh Fina yang saat itu sedang membungkuk di depan dispenser.
Darahku memanas, gairahku bangkit melihat tubuh Fina yang sedang membungkuk dihadapanku dalam pakaian training suit nya yang terlihat ketat. Kelaki-lakian ku bangkit menimbulkan gairah libido yang selama ini tertahan, apakah aku harus melampiaskan nya saat itu?
Lagi-lagi aku istighfar dan berdoa memohon perlindungan NYA, memohon ampunan NYA, jangan sampai aku terjebak dalam godaan ini.
Aku lihat Fina berdiri dan menyuguhkan minuman nya kepadaku,
“Terima kasih Fina.” ucapku.
“Sama-sama abang ku….” jawabnya.
Aku berkata lagi “Abang suka banget nih sama Linkin Park ini, dari dulu abang udah suka.”
“Fina juga bang, paling favorit sama penyanyi nya si Chester Bennington itu, sayangnya dia mati bunuh diri yaa bang, padahal dia orangnya baik banget, humble, rendah hati. Tapi dia mengalami depresi gara-gara narkoba” balasnya.
“Iyaa Fin, Abang suka dengan gaya screamingnya, terus sama Mr. Hahn yg jadi DJ mereka, suka banget sama gayanya yang cool gitu. Sama anggota band yang lainnya abang juga suka, masing-masing mereka punya gaya dan ciri khas tersendiri.” Sambutku.
Percakapan kami memang seru, dimulai dari tentang syariah Islam sampai ke hiburan, tema diskusi yang memang aku sukai.
Tiba-tiba Fina mengajakku.
“Yuk kita ke lantai atas bang.” ajak Fina.
Aku mengikutinya, menaiki tangga, menuju ruang atas yang ternyata agak lembab dan gelap, karena jendelanya tertutup. Kami menaiki tangga besi yang sempit, sehingga kami sangat berdekatan, sampai di atas, Fina menunjukkan 1 kamar yang kosong, hanya ada 1 tempat tidur.
“Abang kalo menginap di rumah Fina, boleh tidur di kamar ini.” Fina menawarkan.
Tawaran ini pun membuat aku deg-deg an, apakah mungkin aku menginap di rumah ini? Bisa bahaya nantinya, aku tidak akan melakukannya.
“Emangnya Fina gak takut kalo abang menginap di rumah Fina?” tanyaku.
“Lho… kenapa harus takut, malah Fina senang banget ada yang menemani.” jawabnya.
“Tapi kita harus menikah dulu… hahaha.” Fina tertawa renyah.
“Kalau soal itu yaa udah jelas dong, malah abang akan protes sama Fina, masa abang tidur sendiri di kamar atas ini.” protes ku.
“Fina boleh tanya sesuatu bang?” Fina bertanya mengalihkan percakapan.
“Silahkan Fin.”
“Abang koq cinta banget sama Fina, sampai ga menikah lagi gara-gara menunggu Fina, andainya Fina ga bercerai, apakah abang terus seumur hidup ga akan menikah lagi?”.
“Iya.” jawabku tegas.
“Abang mencintai Fina saat itu karena smart dan baik, ramah penuh tata krama… kan abang selalu perhatikan Fina, kalau abang sedang main ke rumah Fina.” lanjutku.
Aku dulu memang akrab dengan keluarga Fina, karena kakak sulung nya adalah sahabat karibku sampai sekarang.
“Tapi sayangnya Fina gak merespon cinta abang ya?.” Protes ku.
“Sebenarnya Fina tau bang… dan saat itupun Fina suka sama abang, karena abang gak seperti teman-teman abang yang lain, terus abang juga Fina perhatiin rajin sholat, biarpun saat itu kalian suka mabuk-mabukan juga ya.” lanjut Fina.
Ah…. masa remajaku dulu memang kacau, ibadah terlaksana maksiat juga jalan. Masa muda yang sangat dinamis.
“Lalu… kenapa Fina gak pernah menyampaikan rasa itu ke abang?” tanyaku.
“Fina malu bang, karena Fina lihat abang itu cool banget, jaim… hehehe.” jawabnya.
“Iyaa sih, abang itu hanya secret admire ke Fina,” balasku “Maklumlah… masih masa remaja galau yang masih luntang-lantung tak tentu arah.” lanjutku lagi.
“Kalau sekarang gimana perasaan abang sama Fina?” pertanyaan yang mengejutkan.
“Cinta abang gak pernah luntur Fin, biarpun kita sempat putus komunikasi, sebenarnya abang terus stalking Fina, abang suka menanyakan tentang Fina ke teman-teman lain.”.
“Berarti abang masih cinta sama Fina?” ada nada penasaran dari ucapan Fina ini.
Fina langsung mendekat ke tubuhku dan memelukku, aku agak kaget, sentuhan tubuhnya membuatku lemas dan berkeringat dingin, aku menahan hasratku, berusaha untuk meredam nafsu laki-lakiku. Tanpa menjawab pertanyaannya tadi, aku mengajak,
“Yuk kita balik ke bawah.” ajakku. Sekedar usahaku untuk tidak larut dalam suasana romantis saat itu. rasa cinta yang begitu besar mencegahku untuk terlalu jauh dalam gairah berbahaya ini.
Mungkin secara normal, pria mana yang tahan untuk tidak meneruskan gairah nafsu ini, apalagi aku yang memang sangat membutuhkan itu.
Kami turun dan kembali ke sofa, melanjutkan nonton. Fina memulai percakapan lagi, “Nanti abang cerita ke Fina yaa.. kenapa abang bisa cerai dari Maya.” dia lirih menyebutkan nama mantan istriku.
“Siap Fin… abang pasti cerita, tapi gak sekarang ya, bisa merusak mood asmara abang… hehehe.” canda ku.
“Abang lanjut nontonnya yaa… Fina mau mandi dulu.” sambil beranjak Fina menuju kamar mandi.
Aku lanjut menonton, sampai tertidur sejenak.
Aku tiba-tiba terbangun karena mencium wangi sabun mandi, ternyata Fina melintas di hadapanku yang membawa angin segar harum dari tubuhnya. Lagi-lagi ini menimbulkan rangsangan yang sangat aneh buatku.
Ya Allah…. tolong aku.
Aku melihat Fina masuk ke kamarnya, aku menduga Fina akan berpakaian dan mungkin berdandan lengkap karena dia mau bertemu dengan teman bisnisnya, saat itu aku tidak peduli dengan keadaan yang menggoda.
Namun aku lihat pintu kamarnya tidak ditutup, apakah tidak sengaja atau memang kebiasaan dia untuk tidak menutup pintu kamarnya, bukankah dia sadar bahwa ada lelaki lain yang berada di luar. Aku menepis anggapan negatif ini, namun ada pikiran sesat juga “Jangan-jangan ini adalah kode sinyal buatku?” tanyaku dalam hati.
Sekali lagi aku istighfar, memohon agar Allah memberikan perlindungan ekstra kepadaku. Iblis terus menggoda, aku yakin saat itu pasukan iblis yang turun untuk menggodaku sudah lagi bukan dari tingkat rendah, tapi sudah mulai menugaskan para perwira menengahnya untuk bertugas menggoda manusia yaitu aku ini.
Harum peralatan make up serta parfum menyebabkan aku semakin bergairah, aku mulai dimabukkan oleh suasana ini, aku mulai berkeinginan untuk melihat ke dalam kamar Fina.
“Kira-kira sedang apa yaa Fina?” tanyaku dalam hati, sungguh penasaran. Aku membayangkan Fina yang melepas pakaiannya dan tubuhnya tanpa sehelai benang atau hanya tertutup dengan handuk di sebagian tubuhnya.
Namun… aku mengurungkan niat itu, alhamdulillah, terlewat satu godaan.
Rupanya para perwira menengah pasukan iblis mulai menyerah, mereka mundur pelan-pelan, tapi itu tak berlangsung lama, sebentar kemudian mereka mengirimkan para perwira tinggi iblis. Implementasinya adalah saat tiba-tiba Fina melintas di hadapanku hanya menggunakan daster tipis sehingga menggambarkan lekuk tubuhnya yang indah itu tapi wajahnya sudah berdandan, sepertinya dia sudah selesai make over.
Harum tubuhnya ditambah parfum dengan wangi natural telah merangsang otakku dan menyentuh sendi-sendi laki-lakiku, menggoyahkan imanku. Hampir saja aku menggerakkan badanku, mau berdiri lalu memeluknya, apalagi saat itu dia berjalan lambat. Pada pikiranku, Fina berniat memberikan sinyal menggoda atau dia tidak sengaja atau sudah terlalu percaya kepadaku dan meyakini bahwa aku tidak akan berbuat nakal dan yang aneh-aneh.
Aku mengurungkan niat iblisku dengan memilih opsi bahwa Fina sangat percaya kepadaku yang tidak akan berbuat nakal.
Sang perwira tinggi iblis membisikkan “ayo lakukan, andaipun dia menolak tapi dia tidak akan marah sama kamu, kamu bisa minta maaf kepadanya dan semua akan kembali membaik. Salahnya dia kenapa mengundang laki-laki ke rumahnya?” Dasar setan.
Kupandangi langkah Fina yang kembali ke kamarnya, ada rasa menyesal dibatinku yang tadi sudah menjerit penuh keinginan. Terbayang dipikiran ku, bahwa aku sudah hampir 8 tahun tidak berhubungan biologis dengan perempuan manapun. Ini adalah kesempatan emas, aku yakin Fina tidak akan berteriak minta tolong, apalagi kompleks perumahannya adalah kompleks elite yang pasti para tetangganya tidak terlalu peduli. Jarak antar rumah yang agak berjauhan dan dibatasi dengan pagar tinggi, membuat aku sebagai laki-laki normal, yakin tidak akan ada yang peduli dengan keadaan didalam rumah.
Fina pasti maklum dengan kelakuanku yang meraja dinafsu, kalaupun dia menolak pasti tidak akan kasar, itu keyakinanku.
Bersyukur saat itu dia kembali ke kamarnya.
“Abang tertidur tadi yaa.” Teriaknya dari dalam kamar.
“Kalau Abang mau tidur, tuh boleh rebahan dikamar sebelah.” Lanjutnya.
“Gak koq… cuma tadi agak ngantuk, Abang agak kelelahan karena semalam susah tidur, mikirin Fina.” Goda ku.
“Mikirin apa bang? Tapi jangan yang jorok-jorok lho mikir nya.” jawab Fina.
“Justru lebih banyak joroknya.” jawabku dalam hati.
Fina keluar lagi setelah berpakaian lengkap. Dia mendekatiku dan mencondongkan tubuhnya ke tubuhku dan berkata lembut.
“Udah wangi kan bang, suka gak sama wangi parfum Fina?” Tanya yang menggoda.
“Ini wangi Fruity bang dari Dolce & Gabbana Light Blue Green Apple.” Lanjutnya.
“Bikin Abang jadi tergoda lho.” Jawabku
“Hah…! Tergoda gimana bang?” Pura-pura bertanya sepertinya nih.
Aku balas dengan senyum, dan Fina juga membalas dengan senyum.
“Abang ini masih laki-laki normal lho Fin… masih punya hasrat dan nafsu.” jawabku, “Sebagai orang dewasa, Fina pastilah memahaminya.” lanjutku.
“Iya bang, Fina ngerti banget lah, laki-laki itu kan yang dipikirannya kebanyakan tentang sex yaa?” Sebuah pernyataan yang benar sekali.
“Jangan terpancing.. jangan terpancing.” dalam hatiku terngiang-ngiang.
“Tuh Fina tau.” jawabku.
Ada rasa penyesalan dihatiku, kenapa tadi pada saat dia masih memakai daster aku tidak peluk dia. Jika tadi semua itu terjadi, mungkin saat ini kami sudah terlelap dalam kenikmatan namun harus menanggung akibat dari dosa besar.
Niatku sekarang tertunda karena dia sudah berpakaian lengkap, kasihan dia nanti harus berdandan ulang andaikan penerapan nafsu birahi itu terjadi.
“Bayangan macam apa ini? Bukannya istighfar tapi koq malah ingin pembenaran.” Begitu bisikan baikku.
Masak terhindar dari dosa gara-gara dia sudah berpakaian lengkap. Bukan itu alasan yg tepat.
Ah… aku bingung mau bersikap bagaimana, pikiran baik lawan pikiran jahat makin membara peperangannya.
Kembali Fina duduk di sampingku, semua body language nya sudah sangat menggoda birahiku
Membuatku semakin kuat berdoa agar dihindarkan dari nafsu bejat ini.
Iblis perwira tinggi menyerah, sekarang diutus jenderal nya, langsung yang berbintang 5.
Aku memberanikan diri memeluk bahunya, Fina diam tanpa reaksi apapun. Aksi ku makin berani, aku ingin cium pipinya, tapi bersamaan dengan dia bangkit dan bilang “Abang mau kopi… Fina buatkan yaa.”
Aku mengangguk sambil berkata, “Boleh Fin… tapi black aja no sugar yaa.”
Aku menarik nafas panjang… Ya Allah lega sekali rasanya, ucapku dalam hati.
Perang batin yang tadinya sudah berkecamuk, mulai mereda dan itu membuatku tersadar.
Sambil berpikir … apa lagi episode godaan berikut.
Fina kembali membawakan secangkir kopi.
“Ini kopi Arabica Wine Bang… Abang kan pernah bilang bahwa kopi favorit Abang adalah Arabica Wine.” Ujarnya.
“Terima kasih yaa Fina… Abang merasa seneng banget Fina masih ingat kopi kesukaan abang.”
Fina memulai percakapan lagi.
“Abang masih sayang kan sama Fina?” Pertanyaan yang membuatku terpicu godaan lagi.
“Cinta dan sayang Abang gak pernah hilang Fin, sampe kapanpun.” Rayuku.
Dan Fina menyandarkan kepalanya ke bahuku. Harum Fruity dari D&G begitu menggoda hasratku.
“jenderal setan mulai melancarkan serangan nih.” Batinku berkata.
Aku lebih keras berdoa… jangan sampai tergoda…jangan sampai tergoda, berkali-kali kuucapkan dalam hati.
Aku langsung mengingatkan Fina, dengan tujuan untuk meredam nafsu ku.
“Ayoo Fin… katanya mau ke Bogor, jadi gak?” Aku mengingatkan.
“Fina jadi males nih, udah terlanjur nyaman sama Abang, Abang bosen yaa sama Fina?” Rajuknya.
“Duuh Fina… Abang gak kuat nih.” Aku berterus terang.
“Emang kenapa bang? Berat yaa kepala Fina?”.
Aku bingung… mau bagaimana lagi. Aku pilih mengikuti ajakan setan atau Allah.
Aku diam saja, pandanganku ke TV yang sedang memutar video lagu “In The End” Linkin Park, aku ikut bernyanyi sambil aku ajak Fina.
“I tried so hard and got so far
But in the end, it doesn't even matter”
Aku meneriakkan bagian lirik lagu itu.
Apakah aku harus mengikuti yang disampaikan pada lirik lagu itu : “aku sudah berusaha keras sampai sejauh itu, tapi pada akhirnya tidak apapun yang berarti”. Maknanya kalaupun aku melakukannya, mungkin buat Fina tidak apa-apa.
Sejujurnya… itu adalah caraku untuk meredam hasrat ini.
Lalu aku terdiam dalam beragam perasaan, aku melamun, begitu berat godaan ini.
Kami yang sama-sama sudah lama hidup sendiri, kami juga yang sama-sama mengetahui dosa besar akibat nafsu kami, namun kami juga yang tidak bisa menahan godaan. Ini benar-benar perang batin yang berkecamuk, belum pernah aku mengalami dilema ini.
Aku harus bagaimana, situasi dan suasana yang mendukung yang menjadikan alasan besar untuk kami melakukannya.
Akhirnya aku ucapkan kata maaf, “Maaf yaa Fina, Abang ga bisa menghadapi suasana seperti ini, Abang bingung harus bagaimana.”
Terdiam sejenak, “sebaiknya kita segera pergi Fin, Abang antar Fina kerumah teman Fina itu.” Lanjutku.
Aku bangkit dan langsung menarik tangannya menuju pintu.
Fina terlihat kecewa, entah kecewa karena apa. Mudah-mudahan dikarenakan aku ingin buru-buru keluar dari rumahnya bukan kecewa karena aku tidak meneruskan nafsu setan ini.
Dia pun kembali ke kamar “Fina ambil dompet dulu yaa bang.”
Saat dia masuk ke kamar, aku bersujud syukur berkali-kali, sambil memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sampai meneteskan air mata. Begitu berat godaan ini, menerpaku berkali-kali, apakah aku salah jika aku memulainya? Atau aku hanya menduga bahwa suasana ini sengaja dibangun oleh Fina atau itu hanya bagian dari ujian yang Fina buat, untuk menguji keimananku, dan menguji cinta suciku yang sudah tidak suci lagi. Para iblis hampir berhasil memperdayaku.
Aku tidak tahu, apakah harus bahagia karena terbebas dari dosa besar atau merasa kecewa karena hasrat yang tak sampai.
Di perjalanan, Fina bicara “Bang… nanti kalau Fina cepat selesai urusan dengan teman, Fina kabari Abang terus Abang kerumah Fina lagi yaa.”
“Nanti Fina ditinggal aja disana setelah Fina kenalin dengan teman Fina itu.” Lanjutnya.
Aku cuma mengangguk pelan, membisu dalam kekhawatiran karena harus menghadapi peperangan batin lagi. Dan aku berdoa, semoga Fina pulangnya masih lama, sehingga aku nanti punya alasan untuk batal datang karena kemalaman.
Yang aku hadapi tadi, situasi yang benar atau kah ada yang salah dengan hatiku yang menduga-duga seolah-olah Fina ingin menggodaku dengan memberikan sinyal-sinyal birahi.
Atau hanya pikiranku yang mengarah ke pikiran-pikiran kotor itu.
Aku tidak yakin…
Selesai.
Medio Last October 24.
31 Okt 2024